Selama ini osteoporosis identik dengan orang tua. Faktanya, pengoroposan tulang padat menyerang siapa saja, termasuk mereka yang berusia muda. Penelitian Internasional Osteoporosis Foundation (IOF) menggunakan, satu dari empat wanita Indonesia dengan rentang usia 50-80 tahun memiliki resiko osteoporosis. Dan, resiko wanita empat kalo lebih tinggi di bandingkan laki-laki.
APA ITU OSTEOPOROSIS ?
Osteoporosis adalah kondisi berkurangnya massa tulang dan
gangguan stuktur tulang, sehingga menyebabkan tulang menjadi patah.
Masa tulang manusia di pengaruhui oleh faktor ginetik dengan
kontribusi dari nutrisi, keadaan endokrin, aktivitas fisik, dan kondisi
kesehatan saat masa pertumbuhan. Proses pembentukan tulang dengan memilihara
kesehatan tulang dapat dikatagorikan sebagai program pencegahan,yang secara
kontinyu mengganti tulang yang lama dengan tulang yang baru.
Kehilangan massa tulang menjadi saat keseimbangan proses
pembentukan tulang terganggu,sehingga penyerapan tulang lebih banyak dari
perpembentukan tulang baru. Ketidakseimbangan ini biasanya terjadi padaaaa
orang lanjut yang mengalami emepouse. Kehilangan massa tulang dapat mengubah
mikro-arsitek jaringan tulang dan mengingatkan resiko patah tulang.
PENYEBAB OSTEOPOROSIS
Usia, Jenis kelamin dan ras merupakan faktor penentu utama
dari massa tulang dan resiko patah tulang. Osteoporosis dapat juga terjadi pada
orang lanjut usia.
Selama masa anak-anak dan dewasa muda, pembentukan tulang
jauh lebih cepat di bandingkan dengan kerusukan tulang. Titik puncak massa tulang
tercapai pada usia sekitar 30 tahun, dan setelah itu mekanisme resorfasi tulang
menjadi lebih jauh cepat di bandingkan dengan pembentukan tulang. Penurunan massa tulang yang cepat akan menyebabkan
kerusakan pada mikroastitektur tulang khususnya pada tulang trabecular.
GEJALA
Penyakit Osteoporosis di juluki sebagai silent Epidemic
Disaese, Karena menyerang secara diam-diam, tanpa adanya tanda-tanda
khusus,sampai terjadi patah tulang. Osteoporosis juga dapat terjadi pada
anak-anak yang disebut Juveline Idiopatic Osteoporosis dan belum diketahui
sebabnya.
FAKTOR-FAKTOR RESIKO
Faktor resiko seseorang untuk mengalami osteoporosis yang
tidak dapat diubah antara lain,jenis kelamin (Wanita lebih resiko mengidap
osteoporosis di bandingkan pria), riwayat keluarga,gangguan hormonal dan ras.
PENCEGAHAN
OSTEOPOROSIS sebenarnya dapat dicegah sejak dini dengan membudayakan perilaku hidup sehat,yaitu mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang yang memenuhui kebutuhan nutrisi dengan unsur kaya serat,rendah lemak, dan kaya kalsium(1000-1200 mg kalsium perhari ). Berolahraga secara teratur,tidak merokok,dan tidak mengkonsumsi minuman berakhohol.
Apa itu pengapuran sendi ? Pengapuran sendi adalah istilah namun untuk menggambarkan suatu penyakit yang disebut OSTEOARTHRITIS (OA). Istilah lain yang yang sering di gunakan masyarakat adalah sendi aus, atau minyak sendinya habis. OA Merupakan suatu keadaan dimana terjadi penipisan tulang rawan atau sendi (aus atau rusak). Penyebabnya bermacam-macam,mulai penuaan,ginetik,obesitas,kelainan bentuk sendi,trauma dsb .
Sendi yang paling sering terkena OA adalah sendi-sendi penahanan berat badan,yaitu sendi lutut,sendi panggul dan sendi tulang belakang. Orang yang berisiko terkena OA adalah yang berusia di atas 50 Tahun.Tetapi bukan berarti OA tidak bisa terjadi pada yang lebih muda. OA Bisa lebih cepat muncul pada orang yang kelebihan berat badan,olahragawan,dan seseorang yang memiliki kelainan bentuk sendi. (Misalnya lututnya berbentuk huru”O”.
Keluhan utama orang yang terkena OA adalah nyeri pada sendi. Apabila yang terkena adalah sendi yang menopang berat badan,misalnya sendi lutut,maka keluhannya adalah nyeri pada lutut. Nyeri lutut biasanya memberat saat di pakai jalan jauh,atau saat mau berdiri dari posisi duduk atau jongkok. Seringkali pasien juga merasa ngilu saat bersujud ketika melakukan sholat. Hasil pemeriksaan foto rontogen sering sekali menunjukan adanya penyempitan celah sendi, disertai penumbuhan tonjolan tulang (osteofit) yang lalu di istilahkan sebagai pengapuran sendi.
Bagaimana penangannanya ?
Kerusakan tulang rawan bisa di golongkan menjadi kerusakan
ringan,sedang,atau berat. Pada kerusakan ringan dan sedang, pengobatan bisa
dilakukan secara non operatif, yaitu melalui pemberian obat,latihan penguatan
otot,dan fisioterapi.
Obat yang diberikan umumnya adalah obat anti nyeri, dan obat
nutrisi tulang rawan, yaitu glukosamin. Pemberian glukosamin dapat dilakukan
dengan cara diminum,dioles atau disuntikan langsung kedalam sendi.
Alternatif terapi lain adalah obat yang disebutkan ke dalam sendi adalah dengan pemberian PRP (Platet Rich Plasma). PRP merupakan hasil pemrosesan darah pasien sendiri,berupa trombosit yang kaya akan zat – zat penyembuhan.
Sementara itu,pada kerusakan tulang rawan yang
berat,intensitas pengobatan konservatif (obat,latihan,dan penyuntikan) tidak
dapat mengurangi nyeri,sehingga pilihan terbatas pada operasi.
Operasi yang di lakukan adalah mengganti sendi yang rusak
dengan sendi baru yang terbuat dari campuran logamyang ringan namun kuat.
Dengan pergantian sendi, nyeri yang dirasakan dapat berkurang drastic,dan
pasien bisa kembali menjalankan aktivitas sehari-hari tanpa gangguan.
Di RSOT Surabaya,Operasi ganti sendi umunya memerlukan waktu operasi yang lebih singkat, karena menggunakan teknologi penggantian sendi yang ringkas dan lebih presisi. Waktu pemulihan pasca operasi berakhir antara 3-5 hari, bergantung pada kondisi pasien.
Penuaan (aging) adalah suatu proses alami yang akan terjadi pada orang seiring bertambahnya usia, ditandai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis, maupun sosial. Dalam penurunan kondisi fisik, proses aging pada seseorang bisa mengenai tulang ataupun sendi. Wanita lebih rentan mengalami proses degeneratif ini karena faktor hormonal, sedangkan pada pria lebih banyak dikarenakan faktor usia.
Proses aging atau
penuaan pada tulang manusia dibagi jadi dua bagian. Jika mengenai tulang
disebut osteoporosis, sedangkan jika mengenai persendian disebut osteoarthritis
atau radang sendi.
Menurut Dr.
Komang Agung I. S., dr., Sp. OT (K), ada tiga lokasi yang paling banyak terkenal
osteoporosis. Yakni punggung, pergelangan, dan panggul. Sementara
osteoarthritis, meski menyerang di lokasi yang berbeda-beda, namun paling
banyak terjadi di sendi-sendi penyangga tubuh seperti tulang belakang, tulang
panggul, dan lutut.
Wanita juga disebut
memiliki risiko mengalami osteoporosis dan radang sendi yang lebih besar
dibanding pria. “Penyebab percepatan osteoporis maupun osteoarthritis itu ada
tiga, yakni Forty atau usia di atas
40 tahun, Fatty atau berat badan berlebih, dan Female atau lebih banyak menyerang
wanita,” terang dr. Komang. “Biasanya ketika menapouse, wanita tidak bisa
mengontrol berat badannya. Faktor-faktor itu yang dapat memperberat kondisi
tulang dan sendinya.”
Yang juga harus jadi catatan, proses penuaan atau aging tidak hanya mengubah struktur tulang dan sendi, namun juga membuat massa otot mengecil dan otot menjadi tidak kuat, sehingga menimbulkan risiko jatuh. Tak hanya itu, osteoporosis dan radang sendi juga bisa menimbulkan keluhan nyeri. “Pada punggung, keluhannya selain di pinggang bisa menyebar sampai ke tungkai pada kakinya. Kebanyakan penderitanya itu menderita nyeri, kemudian bungkuk, dan ada gangguan rasa atau gangguan gerak,” papar Dr. Komang.
osteoarhtritis
osteoporosis
Harus Tetap Aktif Bergerak
Menurut Dr.
Komang, gaya hidup di jaman modern saat ini, bisa semakin mempercepat proses
degeneratif, jika tidak diimbangi dengan upaya menjaga kesehatan. Beberapa di
antaranya adalah merokok dan minum kopi secara berlebihan. Oleh karena itu, dr.
Komang menyarankan para lanjut usia untuk tetap aktif bergerak, untuk tetap
menjaga kualitas kesehatan. “Merokok itu mempercepat pengeroposan, sedangkan
minum kopi berlebihan menyebabkan eksresi (pembuangan kalsium) lewat kencing
lebih banyak. Jadi gaya hidup berpengaruh kepada kualitas tulang, sendi, dan
otot.”
Ditambahkan oleh
dr. Komang, semakin banyak tulang bergerak, semakin bagus kualitas otot dan
sendi., termasuk bagi para lanjut usia. “Yang terpenting adalah tetap bergerak
dan tetap melakukan pekerjaan, asal jangan sampai terjatuh. Orang lanjut usia
mudah terjatuh karena keseimbangannya sudah berkurang, dan kualitas tulang serta
sendinya tidak sebagus saat masih muda,” jelasnya.
Tindakan Preventif
Untuk mencegah
terjadinya osteoporis maupun osteoarthritis atau radang sendi, hendaknya selalu
melakukan olahraga yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan tubuh. Tindakan preventif ini dilakukan sejak awal
atau sedini mungkin untuk menghindari risiko kesehatan yang lebih lanjut.
“Kalau bukan atlet atau non-profesional, selalu saya sarankan ambil olahraganya
yang low impact seperti bersepeda
atau berenang,” tuturnya.
Menurut dr.
Komang, dengan rutin melakukan latihan atau olahraga, akan membawa banyak
kebaikan untuk sistem gerak tubuh. “Kita berjalan, bergerak, bekerja, semua
sistim dalam tubuh akan tergerak. Itulah kenapa orang yang bekerja dengan
aktifitas, sistim alat geraknya pasti jauh
lebih bagus, dibandingkan dengan orang yang kerjanya duduk berjam-jam.
Itu bisa mempengaruhi kualitas persendiannya.”
Penanganan Penyakit Degeneratif
RS Orthopedi dan
Traumatologi (RSOT) Surabaya memberikan pelayanan medis untuk proses
penyembuhan dan perawatan pada penyakit degeneratif seperti osteoporosis dan
osteoarthritis pada lansia.
Salah satunya
untuk masalah pada tulang belakang yang diakibatkan karena proses degeneratif.
Menurut dr, Komang, hal pertama yang perlu dilakukan adalah memastikan bahwa
masalah tersebut disebabkan proses degeneratif, bukan karena penyakit lain.
“Karena keluhannya bisa sama. Sakit pinggang, dan beberapa keluhan lainnya. Cuma
penyebabnya yang beda. Satu karena proses penuaan atau degenerasi, sedangkan
yang satu karena penyakit lain. Karena sering pada orang-orang usia lanjut
disertai dengan penyakit lain. Bisa infeksi atau kanker,” papar dr.
Komang.
Untuk mencari
tahu penyakit yang diderita tersebut merupakan penyakit degenerasi atau bukan,
maka bisa dilakukan melalui pemeriksaan lain atau pemeriksaaan tambahan seperti
radiologi dan pemeriksaan laboratorium. Hal itu dilakukan untuk menegakkan
diagnosis, yang kemudian akan dijadikan dasar untuk menentukan pilihan tindakanapakah diperlukan
prosedur pembedahan atau tidak.
Ditambahkan oleh
dr. Komang, untuk penanganan spinal aging,
ada dua hal lain yang juga harus dipastikan. Sudah berapa lama sakitnya,
dan sudah pernah diobati atau belum.
“Jika sudah
pernah dirawat, diobati, dan tidak kunjung membaik, maka diperlukan tindakan operasi.
Tindakan operasi yang akan dilakukan disesuaikan dengan lokasinya di mana.
Apakah di tulang atau sendinya? Perlu distabilkan atau tidak. Jika stabil tetapi
ada penyempitan, biasanya kita pilih tindakan minimalis. Tapi kalau tulang atau
sendinya tidak stabil, maka harus dilakukan tindakan stabilisasi.”
Penanganan Sedini Mungkin
Pertanyaan yang
seringkali ditanyakan oleh pasien dengan penyakit degeneratif adalah, kapan
harus dilakukan operasi?
“Pertama, jika
pengobatan dengan konsep tanpa operasi yang dilakukan gagal. Kedua, jika
penyakit degeneratif itu disertai dengan gangguan fungsi misalnya keluhan
kencing, buang air besar, jempol atau kaki tidak bisa bergerak, itu harus
operasi,” jelas dr. Komang.
Diakui dr.
Komang, operasi pada tulang belakang yang sering dilakukan pada lansia akibat
proses degeneratif memang bukan perkara mudah. Namun begitu, dr. Komang
menjelaskan bahwa risiko-risiko tersebut dapat diminimalisir dengan teknologi
dan dokter ahli yang menangani. “Jadi kita harus lihat dari hasil klinisnya
apa, pemeriksaan radiologi, hasil laboratorium, sakitnya apa, baru kita
customized, disesuaikan dengan kebutuhan pasien, karena alat yang dipasang atau
alat yang digunakan berbeda antara pasien A, pasien B, pasien C ,” jelas dr.
Komang. “Orang sering keliru, takut operasi tulang belakang misalnya karena takut
berisiko lumpuh dan macam-macam. Tidak perlu takut, jika memang itu harus dilakukan.
Risiko selalu ada, tapi bagaimana meminimalkan risiko tersebut itu yang
terpenting.”
PRP atau platelet
rich plasma, adalah salah satu komponen dari darah sendiri yang di
proses dan dilakukan aktivasi sehingga menghasilkan faktor anti radang dan faktor
pertumbuhan.
Platelet Rich Plasma (PRP) / Trombosit Kaya Plasma digunakan dalam menangani berbagai cedera olahraga karena kemampuannya untuk mempercepat kesembuhan dan meregenerasi pertumbuhan sel. Prosedur PRP ini relatif sederhana yaitu hanya dengan menggunakan darah pasien itu sendiri yang diproses secara medis untuk menghasilkan konsentrat trombosit. Konsentrat ini kemudian disuntikkan secara langsung ke dalam lokasi cedera untuk membantu penyembuhan.
Penyuntikan PRP pada daerah yang nyeri
Apakah PRP aman digunankan?
PRP aman digunakan karena ini bukan
obat. Yang digunakan untuk penyuntikan adalah darah pasien sendiri, sehingga
tidak akan ada risiko penolakan,alergi, infeksi dan penularan penyakit dari
orang lain. Termasuk dalam golongan perawatan tanpa obat-obatan, PRP tidak
menyebabkan efek samping keracunan, interaksi dan sistemik.
Proses Terapi PRP pada Cedera Olah Raga
Prosedur perawatan PRP memerlukan
waktu sekitar 50-60 menit dari proses awal hingga akhir. Pertama, pengambilan
darah dari siku kemudian dilakukan dalam kondisi steril untuk mencegah
kontaminasi. Kemudian darah ditransfer ke dalam tabung sekali-pakai dan diputar
dengan kecepatan tinggi secara sentrifugal selama beberapa menit untuk
memisahkan darah dan plasma. Kemudian plasma disuntikkan kebagian yang
mengalami cedera. Saat diaktifkan pada lokasi cedera, plasma akan mengeluarkan
faktor -faktor pertumbuhan yang membantu mengendalikan pembengkakan dan
mendorong penyembuhan luka.
Faktor anti radang dan faktor pertumbuhan yang dihasilkan bermanfaat
untuk:
Untuk mengurangi nyeri sendi dan menurunkan proses radang pada pengapuran sendi (ostheoarthritis)
Untuk mempercepat proses penyembuhan patah tulang
Cedera muskoloskeletal (robek pada ligament atau tendon, radang tendon/tendinitis akibat sport injury)
Prosedur PRP yang optimal memerlukan
2-3 kali terapi. Tindakan PRP digunakan pada pasien dengan nyeri pada
persendian namun bukan untuk yang tingkat lanjut. Untuk kerusakan sendi tingkat lanjut
memerlukan operasi ganti sendi (ostheoarthritis)
Perbedaan injeksi PRP dengan suntikan lainnya ialah
Tindakan PRP menggunakan kekuatan alami tubuh dalam proses pembaharuan serta tidak ada penolakan dari tubuh dikarenakan bahan yang tergandung dalam PRP ini berasal dari penderita sendiri. Berbeda dengan suntikan kortikosteroid yang dapat menghilangkan peradangan dan nyeri namun bersifat sementara, serta tidak memperbaiki jaringan yang rusak.
Tahap pemisahan komponen sel darah pada alat Centrifuge
Pemasalahan
sendi, baik di lutut, bahu, dan beberapa lokasi sendi lainnya, dapat didiagnosa
dan ditangani dengan arthroscopy yang punya banyak
keunggulan seperti hasil yang maksimal, luka sayatan yang sangat kecil, hingga
proses recovery yang sangat cepat.
SIAPA pun
yang mengalami permasalahan sendi, tentu menginginkan penanganan terbaik. Jika
pun harus dilakukan pembedahan, pasti banyak yang berharap proses operasi dapat
dilakukan dengan cepat, efektif, dan rasa sakit atau nyeri pada saat atau pasca
pembedahan dapat ditekan seminimal mungkin.
Untuk itu
dunia kedokteran orthopedi, mengenal teknik arthroscopy. Secara harfiah, arthros dapat diartikan sebagai sendi,
sementara copy adalah melihat atau
mengamati, sehingga arthroscopydapat diartikan sebagai
proses melihat ke dalam sendi dengan menggunakan alat khusus.
Arthroscopy dilakukan dengan teknik minimal invasive yaitu membuat luka atau
sayatan yang sangat kecil sekitar 1 cm atau sekitar sebesar ujung bolpen. Sayatan yang dibuat
minimal dua. ”Kalau di pergelangan, sayatan yang dibuat bisa lebih kecil, hanya 0,5
cm. Arthroscopy
dilakukan dengan membuat minimal dua sayatan, satu untuk endoscopic kamera,
dan satu lagi alat untuk mengerjakan diagnosis,” terang dr. Theri Effendi,
Sp.OT.
Arthroscopy memiliki dua fungsi sekaligus, yakni diagnosa
permasalahan sendi, dan melakukan penanganan sekaligus. Terkadang, pada
permasalah sendi, terdapat hal-hal yang tidak dapat terdeteksi dengan alat
diagnostik lainnya seperti X-Ray atau USG. Dengan menggunakan teknik
arthroscopy dimana
menggunakan kamera yang dimasukkan dan mampu menjangkau sendi, masalah yang
terjadi dalam sendi dapat terlihat melalui monitor.
Setelah diketahui masalah di dalam sendi, proses
arthroscopy biasanya langsung dilanjutkan dengan dilakukan penanganan. Jika sudah ada diagnosa untuk
dilakukan tindakan arthroscopy maka tindakan tersebut akan dilakukan dengan
membuat sayatan kecil tanpa harus dilakukan open
surgery,” ujar dr. Theri. ”Tapi ada kalanya, arthroscopy dilakukan
hanya untuk mengambil
sampel dalam sendi. Misalnya ketika pasien dicurigai ada infeksi atau tumor, maka dokter akan mengambil sampelnya kemudian dicek terlebih dahulu patologinya.
Biasanya terdapat dua tahap
namun jika tidak terlihat kecurigaan adanya infeksi atau tumor maka rata-rata
dapat dilakuan dalam satu tahap bersamaan.
Sendi yang paling sering didiagnosa dan ditangani dengan
teknik arthroscopy ini adalah sendi lutut dan disusul dengan sendi
bahu. Saat ini, sudah berkembang lagi pada diagnosa dan penanganan keluhan pada
sendi pergelangan tangan dan pergelangan kaki atau ankle. ”Sendi pinggul juga
bisa, tapi cukup sulit karena letaknya yang sangat dalam, tergantung dari lemak
atau otot setiap orang” ungkapnya. “Di Indonesia arthroscopy untuk sendi
pinggul belum
terlalu berkembang. Tapi di Jepang, Korea, Eropa dan Amerika sudah ada yang
mendalami.”
KEUNGGULAN
Teknik arthroscopy memiliki banyak
keunggulan dikarena
luka yang kecil atau minimal invasive,
proses penyembuhannya menjadi lebih cepat. Secara kosmetik atau bekas luka
pasca operasi akan terlihat lebih baik. ”Yang ketiga, dan paling penting adalah
efektifitasnya. Bagi kami, para dokter, arthroscopy juga lebih mudah karena
bisa menjangkau tempat- tempat yang tidak mungkin bisa terjangkau dengan tindakan open surgery. proses operasinya pun juga tergolong
cukup singkat. Namun, juga tergantung pada operator atau dokter yang
melakukannya,” terang dr. Theri.
Dokter-dokter yang dapat melakukan arthroscopy biasanya
merupakan dokter-dokter dengan kualifikasi sport
injury specialistic mengingat masalah sendi sangat sering terjadi pada
atlet atau masyarakat dengan tingkat intensitas olahraga yang cukup tinggi.
”Seperti learning
curve, misalnya semakin
banyak kasus yang ditangani seorang dokter, maka semakin cepat. Untuk
rekonstruksi ACL (baca halaman 2, red) bisa dilakukan dalam waktu -+ 60 menit. Kalau
di bahu agak lebih lama, karena lebih rumit dan sendi di bahu termasuk ball and socket karena terdapat bola dan juga
terdapat mangkuk didalamnya maka gerakan sendinya ke segala arah. Beda
dengan lutut yang gerakannya menekuk dan lurus saja,” ujarnya. ”Saat melakukan Arthroscopy,
pasien biasanya akan dibius regional, tapi khusus untuk bahu, terpaksa masih
harus dibius block atau total.”
Menurut dr. Theri, metode arthroscopy dapat
diaplikasikan pada semua orang yang mengalami masalah sendi pada grade awal. jika yang
memiliki permasalahan sendi dalam derajat yang cukup berat maka tindakan yang harus dilakukan bukan lagi arthroscopy,
melainkan harus operasi ganti sendi,” terangnya.
Yang juga dapat menjadi catatan, arthroscopy adalah metode
yang dilakukan dengan menggunakan alat khusus berbentuk semacam satu tower dan
terdiri dari beberapa item, seperti monitor, light source, mesin pembersihan atau pengairan, sehingga diperlukan
kapabilitas dalam pengoperasiannya dimana di RSOT sudah mempunyai alat ini dengan tenaga medis
yang sudah terlatih,”tukasnya.