Latihan Spesifik dengan Metode Super Schroth,
Datangkan trainer dari Ukraina
Setelah Scoliosis Summer Camp, Juni 2019 lalu, RS Orthopedi dan Traumatologi (RSOT) Surabaya kembali menggelar Scoliosis Super Camp, 19-22 Januari 2020 lalu. Berbeda dengan sebelumnya, Scoliosis Super Camp memberikan materi latihan dengan metode power schroth yang lebih spesifik, yang diharapkan dapat mengoreksi atau memperbaiki kelengkungan pada scoliosis.
SEBAGAI rumah sakit khusus tulang dan traumatologi, RSOT sangat concern terhadap masalah skoliosis. Hal tersebut juga menjadi dasar RSOT menggelar Scoliosis Super Camp, Desember 2019 lalu, setelah tahun lalu juga telah menggelar Scoliosis Summer Camp pada Juli 2019.
Scolisosis Super Camp tahun ini langsung mendatangkan trainer dari Ukraina untuk mengajarkan Teknik latihan Power Schroth. “Metode Schroth sebenarnya sudah berumur 100 tahun. Sudah mengalami berbagai pengembangan dan penyempurnaan, hingga sekarang yang dipakai adalah Power Schroth,” ujar dr. Arhwinda,Sp.KFR. “Power Schroth adalah latihan dengan full power atau kekuatan, melatih otot-otot bekerja dengan maksimal. Latihan ini specific exercise untuk skoliosis dimana bisa mengoreksi atau memperbaiki kelengkungan karena kita menumbuhkan otot yang lemah. Karena prinsipnya, pada skoliosis terjadi imbalances otot atau ototnya tidak seimbang.”
Lebih lanjut dr. Arhwinda menerangkan, pada Scoliosis Super Camp ini, latihan ditekankan pasa satu sisi yang kurang berkembang, sehingga nantinya diharapkan ototnya bisa balance atau seimbang. Latihan Power Schroth ini juga sangat penting untuk membantu pernafasan. Karena pada skoliosis, menjaga kapasitas paru tetap bagus sampai lanjut usia adalah hal yang sangat penting dan sangat ditekankan.
“Karena penderita skoliosis ini umumnya akan merasakan gangguan pada pernafasan. Jadi kalau tidak punya pola nafas yang betul, masa tuanya akan terganggu. Kalau masih anak-anak mungkin belum terasa,” ungkapnya.
Dalam Scoliosis Super Camp ini, setiap peserta di screening terlebih dahulu untuk memastikan kondisi masing-masing. Tidak hanya dari hasil rontgen, tapi juga betul-betul mencermati dari klinis fisik peserta. Dari situ, trainer Scoliosis Super Camp akan menentukan materi latihan untuk masing-masing peserta. “Jadi satu per satu peserta akan mendapatkan latihan yang spesifik dan berbeda-beda,” ujar dr. Arhwinda.
Ditambahkan bagian Pemasaran RSOT Scoliosis Super Camp 2020 ini diikuti oleh puluhan peserta yang dibagi dalam dua sesi latihan, yakni sesi pagi dan sore. Pesertanya berasal dari berbagai kota di Indonesia dengan rentang umur mulai 10 tahun hingga 70 tahunan. Peserta manula bisa mengikuti pelatohan ini, asal masih bisa mandiri, dan tidak menggunakan alat bantu gerak.
Salah satu peserta yang mengikuti Scoliosis Super Camp adalah Eliana 13 tahun, yang berasal dari Semarang. Eliana juga sempat mengikuti Scoliosis Super Camp tahun lalu. “Saya ikut Scoliosis Super Camp setelah direkomendasikan oleh dokter yang menangani Eliana,” ujar Renny, ibunda dari Eliana.
Diceritakan oleh Renny, dirinya baru mengetahui bahwa Eliana menderita skoliosis ketika Eliana berada di kelas dua SD. Saat berkonsultasi dengan dokter, Eliana disarankan untuk melakukan terapi dan melakukan olahraga renang. “Tapi makin lama derajat skoliosisnya semakin besar. Sampai pernah ikut chiropractic, tapi kok ngeri juga karena pernah ada kasus yang sampai meninggal. Akhirnya berhenti,” kenang Renny. “Juga pernah mau pakai brace yang flesibel. Sudah periksa, katanya disuruh balik setahun lagi, sembari kumpulin uang karena harganya lumayan mahal. Sekitar 28juta. Tahun depannya kita balik lagi, ternyata sudah nggak bisa dipasang brace itu, karena derajatnya semakin bertambah. Katanya jalan satu-satunya adalah operasi. Namanya orang tua, saya nggak tega. Kami tempuh jalan lainnya, mulai ikut yoga skoliosis, dan lainnya. Tapi tidak cukup membantu.”
Renny dan Eliana akhirnya kembali ke dokter semula dengan harapan dapat tetap dibuatkan brace , seperti rencana awal. “Akhirnya bisa dibuatkan, dan sampai sekarang, Eliana sudah enam bulan ini memakai brace, dan memang perbaikannya nampak.
Keikutsertaan dalam Scoliosis Summer Camp dan Scoliosis Super Camp adalah usaha Renny dan Eliana untuk memaksimalkan perawatan skoliosis Eliana. “Tadinya nggak mau ikut karena kita pikir paling sama aja, paling gerakannya nambah sedikit-sedikit. Tapi dapat informasi kalau ada gerakan baru untuk skoliosis yang derajatnya besar. Jadi akhirnya memutuskan ikut,” terang Renny.
Peserta lain yang juga ikut dalam Scoliosis Super Camp adalah Wahyu Mujayanti, 47tahun, asal Madiun. Ini merupakan pelatihan skoliosis pertama yang diikuti Wahyu. “Saya ikut Scoliosis Super Camp ini direkomendasikan oleh dokter rehab medik saya di Madiun. Menurut Wahyu, acara Scoliosis Super Camp ini sangat bagus dan membantunya mengatasi masalah pernafasan yang sering dialaminya. “Karena pelatihan yang pernah saya ikuti lebih focus ke skoliosisnya. Sementara saya selama ini sering agak sesak,” ujar karyawati sebuah bank ini.