Salah satu penyakit neuro degenerative yang kerap dialami para Geriatri adalah Parkinson. Adalah sebuah kondisi dimana terjadi pengecilan di daerah tertentu di otak, yang akhirnya menimbulkan gangguan sistem saraf pusat. Parkinson adalah penyakit yang menyebabkan gangguan pergerakan, bahkan dalam kasus yang parah akan menyebabkan ketidakmampuan untuk beraktivitas. Untuk pencegahan Parkinson, orang lanjut usia sangat disarankan untuk tetap aktif bergerak atau beraktivitas.
Gejala Tremor, Kaku,
hingga Ketidakseimbangan Tubuh
Parkinson ditandai dengan kerusakan otak di daerah bernama substantia nigra dan basal ganglia, dimana daerah tersebut menghasilkan senyawa dopamin yang berfungsi sebagai neutrotransmiter (penghantar stimulus berupa rangsangan ke sel saraf, baik di otak maupun di otot).
“Supaya seorang manusia bisa bangun dan melakukan gerakan
yang lincah dan terkontrol, itu karena adanya senyawa dopamin ini. Jika terjadi
kerusakan otak dan terjadi pengecilan, akan terjadi ketidakseimbangan
senyawa-senyawa di otak, salah satunya dopamin itu turun. Kalau dopamin turun
akhirnya timbul gejala-gejala klinis yang dikenal Parkinson,” jelas dr. Nita Kurniawati, Sp. S dari RS. Orthopedi
dan Traumatologi Surabaya (RSOT).
“Parkinson ditandai dengan empat gejala utama. Pertama adalah
tremor atau gerakan gemetar. Awalnya di satu sisi dulu, lama-kelamaan dua sisi
kanan dan kiri, bisa tangan atau kaki. Kedua, gerakan menjadi kaku sekali. Misal
mau berubah posisi dari tangan menekuk menjadi lurus itu sulit sekali. Ketiga,
gerakan menjadi lambat. Ini yang paling banyak dikeluhkan orang-orang. Biasanya
terjadi pada saat posisi tidur ke duduk, duduk berdiri itu lama sekali. Gejala
keempat, pada fase yang lebih berat adalah posture
instability atau ketidakstabilan postur. Penderita tidak bisa berdiri atau
jalan tegak / lurus. Rasanya seperti mau jatuh, itu karena ada gangguan
ketidakseimbangan,” urai dr. Nita.
Yang juga digaris bawahi dr. Nita adalah mengenai perbedaan
parkinson dengan parkinsonism. Dijelaskan dr. Nita, Parkinson murni disebabkan oleh neuro degenerative. Sementara parkinsonism itu mirip parkinson,
tapi dari penyebab lain, yang bisa menyebakan kerusakan daerah di otak, dan
akhirnya bisa menimbulkan gejala parkinson. Salah satu contohnya adalah stroke,
di mana stroke bisa menimbulkan gejala mirip Parkinson.
“Usia penderita parkinsonism juga mulai bergeser ke usia yang
lebih muda karena penderita stroke juga disebabkan oleh lifestyle. Usia 40 tahun sudah ada yang mulai terkena, tapi
gejalanya berbeda. Bukan tremor duluan, justru postural instability lebih dulu. Jalan tiba-tiba sering jatuh, tapi
kakunya nggak ada, tremornya nggak ada. Nah, ini kita curigai parkinsonism.
Untuk penyakit semacam itu , mutlak dilakukan imaging kepala atau MRI (Magnetic
Resonance Imaging),” jelas dr. Nita lagi.
Lifestyle Buruk Picu Penurunan Dopamin
Senyawa dopamin yang berfungsi penting dalam pergerakan
manusia, bisa menjadi rusak karena banyak hal. “Kerusakan otak itu atau proses
penuaan lebih cepat terjadi karena radikal bebas. Radikal bebas bisa muncul
karena keracunan, obat-obatan terlarang, dan lifestyle yang kurang bagus. Lifestyle
tidak bagus terlihat dari penampilan fisiknya lebih tua. Begitupun juga otak, mudah
mengerut. Jika tidak ada rangsangan dari luar, kemudian orangnya cenderung
pasif, diam, tidak ada aktifitas sehari-hari. Jika seperti itu otaknya semakin
mengecil,” jelas dr. Nita.
dr. Nita menyarankan agar menerapkan lifestyle yang sehat
untuk mencegah kerusakan dopamin. Salah satunya adalah rutin olahraga. “Karena
olahraga menghasilkan senyawa untuk melawan radikal bebas. Kemudian untuk
dopamin sendiri, ada beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa untuk mencegah
supaya perburukan gejala parkinson itu tidak berat, minumlah kopi satu gelas
sehari dengan catatan jika tidak ada kontra-indikasi. Jadi kalau tidak ada
penyakit lain, kopi boleh dikonsumsi meningkatkan dopamin”.
Terapi Penderita Parkinson
Sampai saat ini, penyakit Parkinson belum bisa disembuhkan
sepenuhnya. Namun demikian, ada beberapa metode pengobatan yang dapat dilakukan
untuk membantu meredakan gejala dan meningkatkan kualitas hidup pasien yaitu
melalui terapi penggunaan obat-obatan (medis) dan non-medis. Terapi non medis
dilakukan dengan cara bahwa pasien harus tetap melakukan exercise, terus aktif melakukan berbagai aktivitas. Sementara itu,
terapi medis adalah dengan penggunaan obat-obatan. “Obat-obatan yang diberikan
tersebut bertujuan untuk meningkatkan atau mengganti dopamin dalam tubuh”.
Jika Parkinson sudah berat dan dengan pengobatan tidak
membaik, parkinson dapat dibantu dengan tindakan lewat prosedur Deep Brain Stimulation (DBS), yakni
memasang alat di otak untuk stimulasi agar mengeluarkan dopamin itu secara
berkala. Atau melalui tindakan Bedah pisau gamma (gamma knife) untuk pasien yang tidak dapat menjalani prosedur DBS, bedah pisau gamma dapat
menjadi pilihan. Prosedur ini dilakukan selama 15-40 menit, dengan memfokuskan
sinar radiasi kuat ke area otak yang terdampak.
Harus Tetap Aktif di
Usia Senja
Parkinson memang tidak memiliki risiko kematian secara
langsung. namun, jika pasien tidak dapat beraktivitas karena parkinson. Tidak
bisa bangun dari tempat tidur, tidak bisa berdiri, susah makan dan minum
sehingga nutrisi terganggu, maka akan berpotensi diikuti penyakit lainnya
seperti infeksi paru, infeksi kulit, infeksi saluran kencing, dll. “Jadi
parkinsonnya sendiri sebenarnya tidak, tapi komplikasi dari parkinson itu yang
menyebabkan kematian,” papar dr. Nita.
“Untuk pencegahan parkinson, orang dengan usia lanjut harus
tetap aktif. Walaupun usianya sudah tua, sudah pensiun, tetap harus cari kesibukan
supaya tidak mempercepat pengecilan otak dan tetap bisa aktifitas sehari-hari.
Karena jika tidak, orang bisa depresi. Pada saat orang depresi, senyawa
dopamin, serotonin semua turun, sehingga dalam waktu dekat bisa muncul demensia
dan parkinson,” tutupnya