Sahabat Ortho, Telemedicine menjadi pilihan tepat untuk menjangkau fasilitas medis di masa Pandemi. Kondisi Pandemi yang masih belum berakhir menyebabkan sebagian besar orang enggan untuk berkunjung ke Rumah Sakit kecuali benar-benar sakit.
Menjawab kondisi tersebut, RS Orthopedi & Traumatologi Surabaya memberikan kemudahan konsultasi bagi pasien dan keluarga pasien melalui layanan Telemedicine. Pasien dapat melakukan konsultasi dengan dokter sesuai jam yang telah disepakati, tentunya tidak perlu datang ke Rumah Sakit. Selain itu, pasien juga bisa mendapatkan obat yang bisa dibeli di RS Orthopedi & Traumatologi Surabaya ataupun di apotek terdekat dari rumah.
Alur Layanan Telemedicine di RSOT
Lakukan pendaftaran melalui nomor 0813-3787-3131
– Pilih metode online, jadwal konsultasi, dan dokter yang dituju
– Lakukan pembayaran melalui transfer
Perawat akan menghubungi anda untuk pengkajian awal
Konsultasi online dengan dokter yang dituju
– Apabila ada resep obat, dapat dibeli di Farmasi RSOT
– CS akan memberitahukan kepada Anda biaya obat dan ongkos kirim
Pelaksanaan Telemedicine di RSOT bisa dilakukan dengan 2 cara yaitu melalui voice call atau video call sehingga dokter dan pasien dapat melakukan konsultasi interaktif secara langsung.
Beberapa persiapan yang perlu dilakukan oleh pasien sebelum melakukan Telemedicine yaitu :
Pasien dalam kondisi siap untuk berkonsultasi (tidak berada di jalan / di mobil )
Koneksi internet stabil agar gambar kondisi pasien secara jelas dapat dilihat oleh dokter saat konsultasi berlangsung
Kemudahan yang bisa didapatkan Pasien
RSOT memberikan beberapa kemudahan melalui layanan Telemedicine :
Membantu pertolongan pertama pada pasien sebelum dirujuk ke rumah sakit.
Pasien bisa melakukan konsultasi dengan dokter tanpa harus datang ke rumah sakit.
Pasien bisa melakukan pemeriksaan penunjang di fasilitas layanan kesehatan terdekat sebelum / sesudah telemedicine.
Jika sebelum pelaksanaan telemedicine pasien sudah melakukan pemeriksaan penunjang, pasien bisa mengirimkan foto hasil pemeriksaan melalui whatsapp pendaftaran telemedicine sehingga hasil diagnosa dokter lebih akurat.
Tersedia layanan antar obat untuk pasien setelah konsultasi telemedicine. Pasien bisa memilih metode pembayaran dan metode pengambilan obat.
RS Orthopedi dan Traumatologi Surabaya
– Your Bone and Joint Solution –
Permasalahan sendi, baik dilutut, bahu, dan beberapa lokasi sendi lainnya, dapat ditangani dengan teknik arthroscopy yang mempunyai banyak keunggulan, yaitu hasil yang maksimal, luka sayatan yang sangat kecil (hanya sebesar ujung bolpen), dan proses recovery-nya sangat cepat.
Siapapun yang mengalami permasalahan sendi, tentu menginginkan penanganan terbaik. Jika pun harus dilakukan pembedahan, pasti banyak yang berharap proses operasi dapat dilakukan dengan cepat, efektif, dan rasa sakit atau nyeri pada saat atau pasca pembedahan dapat ditekan seminimal mungkin.
Untuk itu dunia
kedokteran orthopedi, mengenal teknik arthroscopy.
Secara harfiah, arthros dapat
diartikan sebagai sendi, sementara copy adalah
melihat atau mengamati, sehingga arthroscopy
dapat diartikan sebagai proses melihat kedalam sendi dengan menggunakan
alat khusus.
Arthroscopy dilakukan dengan teknik minimal invasive, yaitu membuat luka
atau sayatan yang sangat kecil, sekitar 1 cm atau sekitar sebesar ujung bolpen.
Sayatan yang dibuat minimal dua. ”kalau dipergelangan, sayatan yang dibuat bisa
lebih kecil, hanya 0,5 cm. Arthroscopy dilakukan
dengan membuat minimal dua sayatan, satu untuk endoscopic kamera, dan satu lagi alat untuk mengerjakan diagnosis,”
terang dr. Their Effendi, Sp. OT.
Arthoscopy memiliki dua fungsi sekaligus, yakni diagnosa permasalahan sendi, dan melakukan penanganan sekaligus. Terkadang, pada permasalahan sendi, terdapat hal-hal yang tidak dapat terdeteksi dengan alat diagnostic lainnya seperti X-Ray atau USG. Dengan menggunakan teknik arthroscopy dimana menggunakan kamera yang dimasukkan dan mampu menjangkau sendi, masalah yang terjadi dalam sendi dapat terlihat melalui monitor.
Setelah
diketahui masalah di dalam sendi, proses arthroscopy
biasanya langsung dilanjutkan dengan dilakukan penanganan. Jika sudah ada
diagnosa untuk dilakukan tindakan arthroscopy,
maka tindakan tersebut akan dilakukan dengan membuat sayatan kecil tanpa
harus dilakukan open surgery. “ujar
dr. Their. “Tapi ada kalanya, arthroscopy
dilakukan hanya untuk mengambil sampel dalam sendi. Misalnya ketika pasien
dicurigai ada infeksi atau tumor, maka dokter akan mengambil sampelnya kemudian
dicek terlebih dahulu patologinya. Biasanya terdapat dua tahap, namun jika
tidak terlihat kecurigaan adanya infeksi atau tumor, maka rata-rata dapat
dilakukan dalam satu tahap bersamaan.”
Sendi yang
paling sering didiagnosa dan ditangani dengan teknik arthroscopy ini adalah sendi lutut dan disusul dengan sendi bahu. Saat
ini, sudah berkembang lagi pada diagnosa dan penanganan keluhan pada sendi
pergelangan tangan dan pergelangan kaki atau ankle. ”Sendi pinggul juga bisa, tapi cukup sulit karena letaknya
yang sangat dalam, tergantung dari lemak atau otot setiap orang, “ungkapnya.
“Di Indonesia, arthroscopy untuk
sendi pinggul belum terlalu berkembang. Tapi di Jepang, Korea, Eropa, dan
Amerika sudah ada yang mendalami.”
KEUNGGULAN
Teknik arthroscopy memiliki banyak keunggulan
dikarenakan luka yang kecil atau minimal
invasive, proses penyembuhannya menjadi lebih cepat. Secara kosmetik atau
bekas luka pasca operasi akan terlihat lebih baik. “Yang ketiga, dan paling
penting adalah efektifitasnya. Bagi kami, para doketr, arthroscopy juga lebih mudah karena bisa menjangkau tempat-tempat
yang tidak mungkin bisa terjangkau dengan tindakan open syrgery. Proses operasinya pun juga tergolong cukup singkat.
Namun, juga tergantung pada operator atau dokter yang melakukannya, “terang dr.
Theri.
Dokter-dokter
yang dapat melakukan arthroscopy biasanya
merupakan dokter-dokter dengan kualifikasi sport
injury specialistic mengingat masalah sendi sangat sering terjadi pada
atlet atau masyarakat dengan tingkat instensitas olahraga yang cukup tinggi.
Eperti learning curve, semakin banyak kasus
yang ditangani seorang dokter, maka semakin cepat waktu yang diperlukan dalam
melakukan tindakan rekontruksi ACL (Anterior
Cruciate Ligamen) bisa dilakukan dalam waktu ± 60 menit. Jika tindakan
dilakukan diarea bahu memerlukan waktu lebih lama. Karena sendi didalam bahu
terdiri dari ball and socket sehingga
lebih rumit. Didalam sendi bahu terdapat bola dan mangkuk sehingga gerakannya
hanya menekuk dan lurus, “ujarnya. “Saat melakukan arthroscopy, pasien biasanya akan dibius regional, tapi khusus untuk
bahu, terpaksa masih harus dibius block atau
total.”
Menurut dr.
Theri, metode arthroscopy dapat
diaplikasikan pada semua orang yang mengalami masalah sendi pada grade awal. Jika yang memiliki
permasalahan sendi dalam derajat yang cukup berat maka tindaan yang harus
dilakukan bukan lagi arthroscopy, melainkan
harus ganti sendi, “terangnya.
Yang juga dapat
menjadi catatan, arthroscopy adalah
metode yang dilakukan dengan menggunakan alat khusus berbentuk semacam satu tower da terdiri dari beberapa item, seperti
monitor, light source, dan mesin
pembersihan atau pengairan, sehingga diperlukan kepabilitas dalam
pengoperasiannya dimana RSOT sudah mempunyai alat ini dengan tenaga medis yang
sudah terlatih.
Rs. Orthopedi dan Traumatologi (RSOT) Surabaya meresmikan komunitas CTEV,
Minggu (22/7) di Hotel four Point Surabaya. Komunitas ini diharapkan dapat menjadi
wadah berbagi pegalaman, pengetahuan, dan saling mendukung serta berbagi
semangat antar para orang yang memiliki anak dengan masalah kaki bengkok.
Angka kelahiran bayi dengan kelainan Congenital Taliper Equinovarus (CTEV)
atau kaki bengkok di Indonesia masih tergolong tinggi. Survei yang dilakukan
Kementerian Kesehatan pada tahun 2014 di 13 rumah sakit di sembilan provinsi
menyebutkan, dari 231 anak yang terlahir dengan kelainan bawaan atau kongenital,
22,3 persen di antaranya adalah kelainan kaki bengkok atau CTEV.
Rs. Orthopedi dan Traumatologi, sebagai rumah sakit yang fokus pada
permasalahan tulang dan sendi, berinisiatif untuk membentuk komunitas yang berisi
para orang tua yang memiliki permasalahan yang sama pada anak-anak mereka. Bagi
RSOT, komunitas ini menjadi penting, karena proses penyembuhan pada anak-anak
CTEV tidak hanya bergantung sepenuhnya pada proses medis, namun juga kesiapan
mental dari para orang tua.
”Ibu dan Bapak, jangan menyerah. Tetap Semangat. Kami tahu ini tidak mudah,
merawat dan membesarkan anak-anak yang spesial ini. Tapi ketahuilah Anda tidak
sendiri,” ujar dr. Anggita Dewi, Sp. OT, dokter orthopedi dengan sub-spesialisasi
pediatric orthopedic atau tulang anak yang biasa menangani masalah CTEV. ”Semoga
komunitas ini bisa membantu, bapak ibu bisa saling bercerita dan berbagai
pengalaman dengan para orang tua lainnya yang memiliki anak-anak yang juga sama
spesialnya.”
Pada persemian tersebut, setidaknya terdapat 18 orang tua yang bergabung
dalam komunitas tersebut. RSOT juga meminta dukungan berbagai pihak untuk
memberikan perhatian lebih kepada anak-anak dengan CTEV. Selain para donatur,
RSOT juga secara khusus membuka kerja sama dengan Dinas Kesehatan Kota
Surabaya, di mana puskesmas-puskesmas dapat memberikan rekomendasi
penanganan ke RSOT jika ditemukan pasien RSOT. ”Mari kita viralkan komunitas ini,
sehingga lebih banyak lagi yang bisa terbantu,” ujar dr. dr. Sindrawati, Sp. PA,
Direktur PT. Surabaya Orthopedi dan Traumatologi Hospital.
RSOT juga menjalin kerja sama dengan Rumah Singgah Pasien IZI yang siap
membantu menyediakan tempat tinggal sementara dan berbagai fasilitas lainnya
untuk penanganan pasien CTEV dari luar kota.
Kepala Rumah Singgah Pasien (RSP) IZI II Jawa Timur Hengky Asmarakandi
menuturkan, khusus bagi pasien anak seperti pasien CTEV, pihaknya tidak hanya
memberikan fasilitas pada pasien, namun juga fasilitas untuk dua orang
pendamping. ”Selain tempat tinggal, kami juga sediakan transportasi, dan makanan
sehari-hari. Semuanya gratis,” ujar Hengky. ”Kalau kondisi pasien tidak
memungkinkan, kami juga siap menjemput ke kota asal pasien.”
Di Surabaya, IZI memiliki dua rumah singgah, yakni di Jl. Pucang Adi No. 15, dan
Jl. Luntas No. 15 yang berdekatan dengan lokasi RSOT.
Dukungan juga datang dari para donatur yang peduli dengan anak-anak spesial
dengan CTEV. Salah satunya adalah dari dr. Dion. Dia bahkan mengajak serta
keluarga besarnya untuk memberikan bantuan kepada komunitas ini. ”Sebab CTEV
ini bisa disembuhkan. Sayang sekali kalau tidak ditangani dengan baik,” ujarnya.
Komunitas ini dibuka secara resmi oleh Direktur RSOT dr. Gwendolin Mustika
Dewi dan ditandai dengan pemukulan gong. Sebagai bentuk apresiasi kepada para
pihak yang mendukung komunitas ini, dr. Gwendolin juga memberikan plakat
penghargaan kepada masing-masing pihak pendukung.
HARU DAN SEMANGAT JADI SATU
Selama acara peresmian Komunitas CTEV ini, banyak cerita haru yang
diungkapkan oleh para orang tua yang memiliki anak-anak istimewa dengan CTEV.
Alih-alih memunculkan kesedihan, pengalaman-pengalaman yang diungkapkan para
orang tua tersebut justru menjadi penyemangat untuk menyembuhkan sang buah
hatu dan mengembalikan harapan dan masa depan mereka.
Salah satu pengalaman diungkapkan oleh Nayla, ibunda dari Mikayla. Nayla
menuturkan, pada masa kandungannya berumur empat bulan, dokter sudah
menyampaikan bahwa bayinya mempunyai kondisi khusus. ”Itu sebabnya saya sudah
siap. Selama masa kehamilan, saya terus cari tahu tentang CTEV. Dan begitu lahiran
di rumah sakit ibu dan anak, saya nggak pulang dan langsung boyongan ke RSOT,”
kenang Nayla.
Setelah serangkaian pemeriksanaan, Mikayla akhirnya menjalani operasi saat
berumur dua bulan. ”Sekarang Milayla sudah umur tujuh bulan. Sekarang pakai
sepatu khusus yang harus dipakai selama 12 ham sehari,” ujarnya. ”Saya sangat
berterima kasih pada dr. Anggie yang menangani Mikayla. Beliau sangat kooperatif.
Bahkan suatu waktu, saya telpon beliau jam 12 malam meminta agar Mikayla
diperiksa, dan beliau dengan sabar melayani dan mau datang ke rumah sakit.”
Cerita mengharukan lainnya juga datang dari Ruri Vidiastuti.
Dua hari setelah melahirkan, puteranya yang bernama Rafan diketahui mengalami CTEV.
”Saya shock sekali waktu itu. Apa kesalahan saya sehingga anak saya seperti ini.
Padahal anak pertama saya normal” tuturnya.
”Tapi setelah menjalani penanganan di RSOT, saya jadi lebih tenang. Rafan sudah
dioperasi dua minggu lalu dan sekarang sudah bisa pakai sepatu,” ungkap Ruri
dengan wajah haru bercampur bahagia.